Apakah Anda
mengenal salah satu dari nama-nama di bawah ini?
Hasnul Suhaimi, Franciscus Welirang, Y.W. Junardy, Susilo Hertanto, Seto
Mulyadi, dr. Enrina Diah, Jeffry Mulyono, Farid Ganio Tjokrosoeseno, Achmad
Daris, Joris de Fretes, Muliawan Margadana, Lies Sudianti, Kasandra Putranto, Harry
Tampi, Fathulloh, Agus Suprapta, F.X. Sri Martono, dan Trijondro Baskoro.
Mereka adalah
pribadi-pribadi yang gigih, ulet, dan tekun menerjang segala penghalang demi
menggapai cita-cita. Mereka adalah pemimpin di bidang masing-masing, yang semuanya asli Indonesia, yang
memiliki passion. Sebuah istilah yang
sulit dicari padanan katanya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Barangkali
definisi berikut dapat menjelaskan istilah itu: Passion adalah kualitas motivasi yang membuat seseorang atau
kelompok orang bekerja dengan sangat baik secara terus-menerus.
Shaheena Nazir
dan Harry Purnama, mencoba menggambarkan istilah passion dengan menyajikan
kisah-kisah petualangan mereka yang inspiratif, dalam sebuah buku yang berjudul
Leader with Passion. Membaca
kisah pengalaman hidup mereka dalam buku ini, Anda pasti akan terkesima.
Buku ini memberikan suatu eksplorasi berharga tentang prinsip, elemen, mekanisme, karakteristik dan kompetensi passionate leaders, baik dalam kontek personal maupun organisasi. Ringan, unik, dan inspiratif. Tiga kata yang pantas disematkan pada buku yang mencoba mengangkat satu tema yang sama sekali baru dalam kepemimpinan abad 21. Kelebihan lainnya, buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian kualitatif terhadap 18 tokoh pemimpin di atas yang dilakukan selama kurun waktu Oktober 2008 hingga Juni 2010.
Hasnul
Suhaimi, salah satu tokoh yang digambarkan dalam buku ini, adalah seorang anak muda
yang berasal dari Bukit Tinggi Sumatera Barat, yang memiliki mesin passion yang kemudian mengubah hidupnya
menjadi berarti. Ia memiliki sebuah mimpi. Mimpi itu sangat jelas. Ia ingin
menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh sehingga dapat berkarya dan memberi
manfaat bagi banyak orang. Menuntut ilmu adalah mimpi yang harus diwujudkan. Ia
mendisiplinkan diri dan melakukan berbagai usaha untuk mempersiapkan dirinya.
Hasnul muda memulainya dengan perjuangan demi perjuangan, mirip Martin Luther
King, Jr. yang pernah berkata: “I have a dream.”
“Ayah saya adalah pengagum Bung Karno, dan
saat saya berumur empat tahun, saya ingat dengan jelas, Ayah berkata kepada
teman-temannya bahwa saya akan dimasukkan ke tempat di mana Soekarno menuntut
ilmu, yaitu ITB.”
Hasnul muda
belajar dengan sungguh-sungguh. Dia mempersiapkan dirinya dengan sangat baik,
hingga akhirnya diterima di ITB dan meraih gelar sarjana Teknik Elektro pada
tahun 1981. Mimpi sang Ayah agar Hasnul masuk ITB terwujud. Ia selalu ingat
pesan kedua orang tuanya. Ayah saya selalu berpesan, “Carilah ilmu sebanyak-banyaknya.” Sedangkan Ibu selalu
mengingatkan, “Kamu boleh menjadi apa
pun, tapi ingat itu tetap dunia.” Hasnul adalah sosok yang bersahaja dan
patuh pada orang tua.
Setelah kurang
lebih delapan tahun bekerja, Hasnul kemudian memutuskan untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri.
“Saya mencari tahu bahwa syarat untuk
mendapatkan beasiswa adalah nilai TOEFL yang baik dan saat itu saya mendapatkan
nilai 573. Tetapi saya tidak diterima di Fulbright karena mereka telah menerima
2.000 aplikasi beasiswa. Namun saya tidak mengenal kata ‘tidak’. Saya tidak
menyerah. Saya pergi ke East West Center dan memohon agar mereka dapat
mempertimbangkan saya, walau mereka telah menutup penerimaan aplikasi. Saya
berjuang dan berusaha sebaik mungkin. Akhirnya saya di terima di Universitas
Hawaii. Di tempat itulah saya menyelesaikan MBA saya pada tahun 1992.”
Hasnul adalah
pribadi yang percaya diri dan pantang menyerah. Dengan nilai-nilai hidup yang
dipegangnya, pada tahun 2005 Hasnul Suhaimi diangkat sebagai Presiden Direktur
PT Indosat. Pada tahun 2006, ia pindah dan menjabat posisi yang sama di PT
Excelcomindo Pratama Tbk (XL). Tidak hanya itu, ia juga dianugerahi berbagai penghargaan
seperti SATYALANCANA WIRA KARYA, SATYALANCANA PEMBANGUNAN, dan Outstanding
Entrepreneurship Award (Asia Pacific).
Sejak Hasnul
bergabung di XL, perusahaan telekomunikasi ‘kecil’ ini semakin sukses. Saat
ini, langkah XL ke depan adalah meraih lebih dari 30 juta pelanggan. Untuk itu
XL berusaha menerapkan pelayanan terbaik kepada pelanggan maupun calon
pelanggan. Dengan persaingan yang tinggi serta munculnya pesaing-pesaing baru,
XL telah kehilangan banyak pelanggannya. Untuk mendapatkan pasar, Hasnul
melakukan beberapa perubahan, seperti memperbaiki kualitas pelayanan, melakukan
berbagai kegiatan promosi, dan merancang strategi penerapan harga. Hasilnya,
pada tahun 2008, XL dinobatkan sebagai Best
Corporate Social Responsibility, Best
Marketing and Promotion, Best
Customer Growth, Best Value Added
Service, dan Best GSM Operator.
Ayah yang merupakan sosok panutan saya mengajarkan,” Kamu berasal dari Sumatera namun kamu perlu belajar kebudayaan Jawa dan
gaya hidup sebagaimana kamu tinggal di Jawa.”
Sebagai
pemimpin, Hasnul telah mengambil segala kemungkinan untuk menantang proses (challenge the process), berpikir di luar
kebiasaan (think uncommon), dan
mencari cara-cara baru (find new ways)
untuk terus meningkatkan kinerja perusahaan. Kesuksesan yang besar memerlukan
keberanian. Keberanian untuk keluar dari zona nyaman (comfort zone) kita. Tanpa keberanian, tujuan tak akan pernah
tercapai. Berpikirlah di luar kebiasaan. Stephen Covey dalam The 8 th Habit
menulis: “Jika Anda ingin mendapatkan
hasil yang lebih baik, Anda perlu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda
lakukan sebelumnya.”
Satu hal lagi,
Hasnul juga menunjukkan sebagai sosok yang berjuang, berkorban, melewati segala
rintangan, dan melangkah terus berapa pun jarak yang harus di tempuh demi
meraih tingkat tertinggi atau hasil yang terbaik. Ia adalah sosok yang passionate yang siap membayar berapa pun
harganya demi mencapai suatu tujuan. Banyak orang mengatakan bahwa mereka
bersedia membayar berapa pun harganya demi meraih tujuan, tetapi nyatanya
mereka tidak memiliki komitmen total.
Dalam
pengalaman XL, untuk meningkatkan pelanggan dari 9,5 juta pada tahun 2005,
hingga melonjak menjadi 26 juta pelanggan pada tahun 2008, Hasnul dan
teman-teman di XL tahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi tanpa kerja keras.
Pada tahun 2005, Hasnul mendapat penghargaan sebagai Cellular Man of The Year oleh Asosiasi Jurnalis Indonesia. Kemudian
pada Februari 2010, XL di bawah Hasnul menggeser Indosat dengan naik tingkat
menjadi perusahaan operator selular ke-2 terbesar setelah Telkomsel dengan
total pelanggan 31,4 juta. Selain pertumbuhan pelanggan, PT XL Axiata Tbk juga
melaporkan peningkatan pendapatan usaha menjadi Rp13,9 triliun pada tahun 2009.
Tujuan yang dideklarasikan Hasnul sebagai CEO telah dimengerti oleh seluruh
eksekutifnya sebagai ‘menjadi 1-2-3’. Artinya bergerak dari posisi ketiga menjadi
yang kedua, hingga akhirnya menjadi yang pertama. Tantangan berikutnya adalah
menggeser dominasi Telkomsel yang jumlah pelanggannya telah mencapai 82 juta
pelanggan.
Sungguh luar
biasa bukan cerita di atas? Dan masih banyak cerita menakjubkan lainnya yang
bisa Anda peroleh dengan membaca buku Shaheena Nazir dan Harry Purnama. Mereka berdua menyimpulkan berdasarkan hasil
penelitiannya, terdapat empat prinsip passion:
Pertama, pada umumnya para tokoh-tokoh tersebut memiliki tujuan yang jelas (goal). Kedua, mereka memiliki
nilai-nilai hidup yang baik (value).
Ketiga, mereka memiliki energi yang melimpah dan tidak ada habis-habisnya (fuel). Keempat, mereka menikmati
sukses-sukses kecil, sebagai learning
point untuk terus meraih mimpi-mimpi yang lebih besar.
Selain itu,
ditemukan 6 karakteristik individual passion:
Pertama, berkomitmen untuk melakukan yang terbaik. Kedua, terbuka dan siap
untuk terus belajar. Ketiga, tidak berserah pada ‘nasib’. Keempat, mengubah
kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang produktif. Kelima, berjuang untuk
meraih kesuksesan. Dan keenam, berani mengambil tanggung jawab penuh.
Marthin Luther
King Jr. pernah berkata:
“Jika seorang pria dipanggil untuk menjadi
penyapu jalanan, ia harus menyapu sebaik Michaelangelo melukis, atau Beethoven
menggubah musik, ataupun Shakespeare menulis puisi. Ia harus menyapu jalanan
dengan sangat baik sehingga penghuni syurga dan dunia akan berhenti sejenak dan
berkata, ‘Di sini hidup seorang penyapu jalan hebat yang melakukan pekerjaannya
dengan baik. Si Tukang sapu itu tidak dipaksa oleh siapapun di luar dirinya
untuk menyapu dengan sangat baik. Ia bekerja dengan soul, dengan seluruh
jiwanya.”
Bagaimana dengan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar